PMII Cabang Kota Malang dan Kehidupan Intelektual

PMII Cabang Kota Malang
PMII Cabang Kota Malang

CAKSYARIF.MY.ID – Di bawah naungan PMII Cabang Kota Malang ada 16 Komisariat (Perguruan Tinggi). Komisariat tersebut yaitu: Komisariat Sunan Kalijaga (Universitas Negeri Malang – UM), Komisariat Sunan Ampel (UIN Maliki), dan Komisariat Brawijaya (UB).

Selanjutnya ada Komisariat Unisma, Komisariat IKIP Budi Utomo Malang, dan Komisariat Ibnu Rusyd (Unikama). Dan lebih lanjut ada Komisariat Merdeka (Unmer), Komisariat Country (Unitri), dan Komisariat Waskitadharma (As’ad Syamsul Arifin).

Perguruan Tinggi yang telah berdiri Komisariat PMII kemudian ada Komisariat Gajayana (Uniga), Komisariat Asia, dan Komisariat Raden Paku (STIH). Kemudian juga Komisariat UMM, Komisariat Teknologi (ITN), Komisariat Widiagama, dan Komisariat Ken Arok (Polinema).

Selain itu, PMII Cabang Kota Malang menaungi lebih dari 50 rayon (kepengurusan PMII di tingkat Fakultas). Rayon-rayon tersebut tersebar di 16 kampus di atas, kampus-kampus negeri maupun swasta, umum maupun Islam.

Akan tetapi, kader-kader PMII masih harus bisa menyentuh banyak hal pula. Salah satunya adalah menjadi daya tarik bagi masyarakat luas, baik dalam hal keintelektualan maupun etika dalam setiap tindakan.

Oleh karena itu, harus ada nilai tawar terhadap jati diri PMII Cabang Kota Malang dalam menghadapi situasi dan kondisi yang multi-culture tersebut.

Berikut beberapa aspek yang harus siap untuk mendobrak keadaan tersebut :

Sumber Daya Anggota

Kaderisasi berjalan setiap tahun dan mengahasilkan anggota yang melimpah. Akan tetapi kader mengakui bahwa semua proses yang ada belum menjamin terciptanya kader-kader yang mumpuni pada bidangnya. Tidak hanya masalah mumpuni, tapi juga berkarakter sebagai leader yang hendak berkecimpung dan berkontribusi pada sektor-sektor strategis.

Hampir di semua universitas dan perguruan tinggi di Kota Malang sudah terdapat rayon  atau  komisariat  PMII. Tetapi di sejumlah kampus memperlihatkan bahwa organisasi PMII masih dalam tahap perkembangan. Mengenai hal ini ada beberapa sebab, yaitu:

  1. Adanya anggapan bahwa PMII kurang memberi nilai tambah bagi mahasiswa dan para anggotanya. Sehingga kurang memiliki daya tarik secara kualitatif (prestasi).
  2. Aktivitas pemikiran dan kegiatan-kegiatan PMII tidak nyambung dengan kebutuhan-kebutuhan mahasiswa. Kebutuhan mereka yang berkembang di lingkungan kampus selalu bersifat akademis.
  3. PMII kurang memiliki daya tarik psikologis dan simbolik kepada mahasiswa. Hal itu karena kurang mampu mengelola organisasinya sebagai institusi mahasiswa bergengsi. Tidak pula bisa mengemas citra kadernya sebagai agen perubahan sesuai dengan citra diri kader PMII.
  4. Kurangnya profesionalitas kader dalam menghadapi konflik pribadi maupun internal organisasi PMII
  5. Kader PMII Kota Malang tidak mengamalkan secara masif nilai-nilai Islam Universal dalam kampus. Bahkan nilai-nilai ASWAJA, NDP PMII, dan Pancasila dan UUD 1945 juga demikian.
  6. Adanya stigma  negatif  bahkan  sanksi  yang  sengaja  muncul  oleh oknum civitas akademika untuk mendiskreditkan PMII. Hal itu berdampak tidak maksimalnya proses pengembangan PMII.

Kehidupan Intelektual Organisasi

Ada sejumlah hal yang kurang menggembirakan dalam dunia intelektual kita. Gairah intelektual tak sebergairah era masa lalu. Sebenarnya ini sangat ironis, karena banyak informasi dan bacaan juga bisa diakses melalui internet maupun perpustakaan.

Baca juga:  Materi Analisis Pengembangan Jaringan KOPRI PMII (PPT)

Memang semangat untuk meraih prestasi akademik sudah sangat maju. Pun tak perlu khawatir bahwa semangat ini akan terus berkembang di kalangan warga pergerakan. Hanya saja, ada gejala baru yang khas modern, yakni menurunnya kegemaran membaca ide-ide besar dan bergulat dengan gagasan-gagasan besar. Dan sekarang iklim mahasiswa cenderung pragmatis. Mahasiswa memilih terjun pada pengetahuan yang sempit dan terspesifikasi.

Kendati demikian, PMII Cabang Kota Malang harus menjadi garda terdepan dalam mengawal perubahan. Yakni melalui keintelektualan dan mempunyai semangat berjuang untuk mengejar ketertinggalan ini. Karakter intelektual semacam ini sangatlah perlu. Hal itu agar melahirkan kader menjadi seorang leader. Seorang pemimpin yang memiliki kompetensi dan keahlian dalam bidang tertentu sekaligus juga memliki visi leadership.

Reputasi Organisasi

Reputasi organisasi adalah menyangkut wibawa institusi, pimpinan dan kader pergerakan. Idealnya reputasi organisasi ini ditentukan oleh integritas. Kemudian prestasi akademik dan sepak terjang kadernya di medan pergerakan.

Misalnya, sejauh mana kader-kader pergerakan mencerminkan nilai-nilai pergerakan dan citra diri kader dilingkungannya. Pada akhirnya mampu memaksimalkan peran mereka dalam mengambil kepemimpinan untuk merespon isu-isu social dan politik yang berkembang disekitarnya.

Membangun reputasi sangat penting  untuk menambah daya tarik organisasi di hadapan calon-calon anggota. Pun bagi anggota kader sendiri untuk menambah kebanggaan dan kepercayaan dirinya. Masyarakat juga tidak akan meragukan kiprah PMII Cabang Kota Malang sebagai organisasi kemahasiswaan yang memiliki integritas, responsive, dan mengemban tanggung jawab social.

Paradigam Gerakan dan Perangkat Nilai yang Konstruktif Serta Sistemik

Sebagaimana setiap organisasi, sistem nilai adalah ruh pergerakan. Sedangkan struktur dan perangkat organisasi merupakan tubuhnya. Tanpa sistem nilai atau ideologi mustahil organisasi tersebut bisa bergerak.

Struktur dan perangkat tersebut tak mungkin pula merealisasikan tujuan hidup dan keberadaannya. Sistem nilai PMII ini terumuskan dalam suatu doktrin normatif. Di PMII, hal tersebut bernama Nilai-Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Isi dari NDP merupakan sublimasi dari nilai-nilai keaswajaan dan ke-Indonesian.

Dalam doktrin Aswaja, manusia adalah kholifah fil ardl, pemimpin di bumi. Karena itu menjadi tugas besar setiap kader pergerakan untuk memanggul tanggung jawab itu dalam rangka merealisasikan visi rahmatan lil alamin.

Dan seorang  pemimpin atau kolektivitas kepemimpinan adalah pemimpin dunia yang pada akhirnya harus menghadapi realitas yang serba dinamis dalam ruang lingkup kehidupan social, ekonomi, budaya, politik dan hukum. Kesiapan untuk menjadi pemimpin dan mampu mengorganisir atau menjalankan amanahnya di muka bumi inilah yang kita namakan “Paradigma Gerakan”.

Baca juga:  Aktivis Digital dalam Mencegah Gerakan Islam Transnasional

Membangun Akumulasi Kesadaran dan Pengetahuan Bersama

Kesenjangan pengetahuan dan keterbatasan wawasan membuat diskusi untuk membicarakan masalah-masalah substansial hanya menjadi anggapan yang membuang-buang waktu atau terlalu teoritis. Seringkali anggapan ini semakin buruk sebab egoisme sektoral, perbedaan otoritas, senioritas dan gengsi diri yang terlalu berlebihan. Pada akhirnya factor-faktor  ini telah menghalangi kesediaan untuk bekerjasama, saling mendengarkan, saling menghargai dan menghormati.

Oleh karena itu, tidak mengherankan bila sulit mencapai dan mengambil kesepakatan-kesepakatan atau keputusan-keputusan penting yang bersifat substansial tanpa masukan-masukan serta pertimbangan kritis, konstruktif, dan solutif.

Tradisi semacam inilah yang memungkinkan proses-proses akumulatif pengetahuan bersama dan memupuk kesadaran kolektif. Di dalamnya mencakup sharing ide dan pemikiran, praktek berbagi pengalaman, kegelisahan, dan keprihatian, serta berbagi pengetahuan dan ketidaktahuan.

Tradisi ini hanya bisa dicapai jika satu sama lain di dalam “lingkaran kader-kader penting” organisasi ini memiliki kesabaran untuk mendengarkan, serta saling berargumen dalam diskusi pada akhirnya harus tunduk pada kesepakatan bersama yang dicapai secara maksimal dan didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan bertanggung jawab terhadap visi, amanah dan strategi kolektif pergerakan PMII Cabang Kota Malang.

Etika Komunitas Pergerakan

Terkait dengan pembahasan etika, kita jelas merasakan kurang tumbuhnya etika pergerakan yang positif, konstruktif dan bersifat metodis. Maksudkannya adalah etika komunitas pergerakan dalam praktek hidup sehari-sehari yang merupakan pengejawantahan dari etika keaswajaan yang bersifat menyeluruh, koheren, dan sistemik.

Ini tidak hanya terbatas pada sikap normatif. Tidak seperti tawasuth, tawazun, tasamuh dan Ta’adul, tetapi juga mencakup habituasi nilai-nilai kesederhanaan dan kejujuran. Kemudian juga keberanian, kepercayaan diri, dan saling kerjasama. Pun kooperasi, gotong royong, kesantunan publik, saling percaya, dan saling menghormati.

Juga hal-hal yang menyangkut relasi Alumni, Kader dan Anggota yang konstrukif, semangat kreatifitas dan entrepreneurship. Dan mengenai optimistik, teguh pada prinsip, dan lain-lainnya yang perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari warga pergerakan.

Etika semacam ini bukan hanya bersifat konstruktif untuk terbangunnya kohesi social dan pemupukan modal sosial yang kuat. Namun, juga menjadi spirit yang bisa dipraktekkan secara metodis dalam hubungannya dengan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) kaderisasi guna memperkuat daya tahan dan kedisipilinan. Pun membentuk tradisi oposisi-budaya (counter-culture) terhadap anarkisme politik dan kebudayaan yang kita hadapi.

Pejalan kaki di Kota Malang