SLOT GACOR SLOT GACOR SLOT GACOR SLOT GACOR
PMII Pada Era Digitalisasi, Progresivitas Kader Millenial dalam Aswaja

PMII Pada Era Digitalisasi, Progresivitas Kader Millenial dalam Aswaja

PMII Pada Era Digitalisasi, Progresivitas Kader Millenial dalam Aswaja (freepik.com)
PMII Pada Era Digitalisasi, Progresivitas Kader Millenial dalam Aswaja (freepik.com)

Caksyarif.my.idPMII Pada Era Digitalisasi, Progresivitas Kader Millenial dalam Aswaja. Saat ini, era Revolusi Industri 4.0 sudah tidak asing lagi dan menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Pasalnya, era ini menuntut masyarakat untuk dapat berkoneksi di segala hal (Internet of Thing). Sejalan dengan Puspita, et al. (2020), bahwa Revolusi Industri 4.0 merupakan proses kelanjutan perubahan tahap otomatisasi pada Revolusi Industri 3.0 dalam kehidupan yang bertumpu kepada sistem jaringan internet. Dapat dikatakan bahwa era ini merupakan era digitalisasi di berbagai sektor. Berbicara mengenai kata digital pastinya tidak jauh dari generasi millennial saat ini, salah satunya para kader millenial Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

PMII merupakan salah satu organisasi mahasiswa ekstra kampus yang berlandaskan  aswaja yang merupakan wadah bagi para kadernya untuk terus berusaha mengemban amanat   dan   tanggung   jawab   keislaman   yang   tidak   bisa   dipisahkan   dari tanggung  jawab  kemahasiswaan  dan  kebangsaan. Hal ini bisa  dilihat  dari berbagai  kegiatan  kaderisasi  yang  rutin  dilaksanakan  oleh  PMII  baik  yang formal  maupun  nonformal. Sebagai   organisasi   yang   berideologi Ahlussunnah  wal jama’ah,  Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) merupakan suatu metode pemahaman dan   pengamalan   keyakinan   Tauhid   yang   diterapkan   oleh   sebagian   besar muslim  di  Indonesia (Amir  &  Nur  Aini,  2020).

PMII berusaha untuk menanamkan nilai-nilai keaswajaan kepada para kadernya. Hal ini  bertujuan  untuk  membentuk  kader  yang  tangguh  dalam  membentengi diri dari gerakan-gerakan radikal melalui program Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA), Pelatihan Kader Dasar (PKD) serta kajian-kajian yang ada di dalamnya. PKD merupakan tingkatan kaderisasi formal lanjutan setelah MAPABA. Di fase inilah para anggota akan dibentuk menjadi para kader yang diharapkan nantinya akan menjadi garda terdepan dalam mengawal permasalahan yang muncul di Era Globalisasi, baik secara fisik,  mental, serta psikologinya.

Implementasi Nilai Dasar Pergerakan PMII di Era Digitalisasi

Saat  ini,  terdapat  berbagai  persoalan  terkait  keagamaan  yang  menjadi sebuah topik yang serius untuk diperbincangkan. Keberadaan kelompok-kelompok radikal yang dapat mengancam kehancuran eksistensi dari  NKRI juga merupakan   salah   satu   diantaranya.   Sebagai   suatu   organisasi   yang menjadikan   ASWAJA   sebagai   Nilai   Dasar   Pergerakan   (NDP),   PMII   tentu mempunyai  peran  yang  penting  untuk  mencetak  kader-kader  mujtahid  muda yang   mampu   menyikapi   realitas   yang   dihadapinya   dengan   memelihara semangat ber-aswaja. Adapun indikator dari nilai-nilai Aswaja yang diulas pada penelitian ini yaitu   nilai-nilai   Aswaja   khas   Nahdlatul   Ulama   (NU)   atau   yang   biasa diistilahkan   dengan Aswaja   An-nahdliyah,   yakni   nilai tawassuth,   tawazzun, tasamuh, dan ta’dil (Ghulam  &  Farid,  2019).

Baca juga:  One Piece dan Berbagai Hikmah yang Dibuat oleh Oda Sensei

PMII juga  berfungsi sebagai salah satu lokomotif penyebar ajaran Ahlus Sunnah  Wal-Jama’ah yang  bergerak  di  area  perguruan  tinggi  atau  universitas. Peran yang besar ini tentu harus didukung dengan strategi dari para pengurus PMII untuk menanamkan nilai-nilai keaswajaan terutama kepada para anggota baru yang masih awam terhadap nilai-nilai keaswajaan tersebut.

Upaya-upaya yang  dilakukan  oleh  PMII  dalam  menanamkan  nilai-nilai  keaswajaan  kepada para  anggotanya  diantaranya  adalah  dengan  melakukan  diskusi  kelompok, kajian-kajian keislaman, serta penerbitan tulisan-tulisan terkait keaswajaan oleh divisi pers yang terdapat dalam organisasi PMII.

Optimalisasi Kader Generasi Millenial PMII pada Ruang Media Digital

Pada posisi ini, kader millenial (dan juga generasi Z) PMII diharapkan dapat mengambil peran, misalnya pada ruang publik digital dengan mengimbangiberbagai isu dan wacana yang berkembang di ruang publik dengan cara mengcounter informasi viral yang sering  kali  menyesatkan  atau  merusak  nalar  umat  yang  sengaja  dan  sistematis diseminasikan oleh para pendengung bayaran (buzzers). Mekanisme counter isu atau wacana tersebut juga dapat dilakukan dengan cara melibatkan pendengung organik (the organic buzzers) yang diaktivasi dan  diorganisasikan  oleh  para intelektual muda melalui berbagai komunitas (Idham, Holik.  2020).

PMII Pada Era Digitalisasi, Progresivitas Kader Millenial dalam Aswaja. Melalui  berbagai  sarana  dan  media,  intelektual  muda  NU  diharapkan dapat    menyajikan    wacana    dan    gagasan    alternatif    yang    sekiranya    bisa meningkatkan literasi keagamaan umat/publik. Intelektual muda NU  dalam  menjalankan  fungsi  sosialnya  dihadapkan  pada ragam tantangan ruang publik. Tantangan itu dapat berupa:

Pertama, tantangan internal    dari    kalangan    intelektual    sendiri, yang    justru    menggadaikan intelektualitasnya untuk kepentingan-kepentingan pragmatis dan transaksional. Kedua, tantangan  dari  kaum  muslim  ketika  dihadapkan  dengan  perkembangan globalisasi dan teknologi informasi atau ruang publik digital, seperti kurangnya literasi   masyarakat   terhadap   paham   keagamaan,   masifnya   media   dakwah fundamentalis,  fanatisme  aliran dan  mazhab,  ujaran  kebencian  di  media  sosial, dan  lain-lain (Muhammad Nasir, 2012).

Baca juga:  PMII di Era Society 5.0, Penyoal Peran Intelektual Kader

Sebagai    ruang    dialog    dan    diskusi, ruang    publik    digital    maupun konvensional, harus menjadi pasar gagasan (market of ideas) intelektual muda NU dimana  gagasan-gagasan  dikontestasikan.  Isu-isu  strategis  didiskusikan  agar terbangun pemahaman publik yang benar. Publik menjadi tercerahkan, sehingga mereka tidak terjebak dalam lingkaran setan (devil’s circle) hoaks, misinformasi,dan  bahkan  ujaran  kebencian.

Dengan  demikian,  ruang  publik  dapat  menjadi mekanisme preventif bagi potensi terulangnya praktek wacana pasca-kebenaran (post-truth)  tentang    ajaran    agama.    Di    ruang    publik,  berbagai    gagasan fundamentalis, pesan propaganda maupun ujaran kebencian diverifikasi melalui diskusi rasional-kritis. Jadi, ruang publik bisa menjadi mekanisme proteksi umat dari serangan pesan propaganda, fundamentalis, atau bahkan destruktif.

Ruang publik dapat dioptimalkan menyehatkan nalar publik umat. Upaya meningkatkan literasi umat/publik dapat dilakukan dengan mentransformasikan melalui berbagai media, semisal: e-books,e-paper, e-buletin, e-magazine, e-journal, e-flyer,  youtube,  socmed, atau  media  kreatif  lainnya.  Dengan  ruang  publik tersebut, lanskap literasi keagamaan moderat dan inklusif tidak sekedar menjadi lebih  interaktif  tanpa  dibatasi  oleh  ruang  dan  waktu,  tetapi  juga  berbasiskan media literasi yang melimpah (abundantly informed). Internet telah merubah cara publik berdialektika. PMII Pada Era Digitalisasi, Progresivitas Kader Millenial dalam Aswaja.

KESIMPULAN

Dari uraian dan analisis yang telah dilakukan, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan:

  1. Masa depan PMII, yang dalam hal ini dimotori oleh kaum intelektual millenial muda, bergantung kepada kesiapan mereka dalam menempatkan diri. PMII serta berbagai Banom lain kantung-kantung intelektual NU lainnya perlu bertransformasi  dan  segera  melakukan  upaya implementasi nilai-nilai keislaman    dan    keindonesiaan yang  sinergis dengan perkembangan Era Revolusi Industri 4.0 dalam ranah mahasiswa atau kampus
  2. Perlu rumusan bersama arah gerakan intelektual muda NU yang kosmopolit, yakni gerak   intelektual yang   mampu   bergumul, berdialog dan menyatu dengan  tradisi  Nusantara  yang  beragam,  sekaligus  responsif  dengan kondisi  global  yang mudah sekali mengalami perubahan  melalui  proses  seleksi, akulturasi  dan  adaptasi, salah satunya dengan optimalisasi ruang public digital.

 *Oleh: Puguh Prastiyo Hutomo (kader PMII Rayon Pertanian Universitas Brawijaya Malang)

Artikel ini telah rilis di website resmi PMII Kota Malang

Pejalan kaki di Kota Malang