Principle of sufficient reason bahwa that everything must have a reason, cause, or ground. Artinya: bahwa segala sesuatu pasti memiliki alasan, sebab, atau dasar. [Arthur Schopenhauer].
CAKSYARIF.MY.ID – Kalo alasan lelaki mencintai seorang cewek, sih, sepele: bisa karena cantik, manis, punya lesung pipi, giginya gisul, atau enak diajak ngobrol. Pun kalo cewek suka sama cowok juga demikian. Tapi kalo soal ke arah yang lebih serius punya banyak pertimbangan, sih.
Mencintai seseorang seseorang perlu adanya alasan yang cukup. Namun alasan itu tidak bisa disama-ratakan untuk semua orang, ya, bos.
Prinsip alasan yang cukup (principle of sufficient reason) untuk mencintai atau mempercayai sesuatu dalam setiap individu punya berbedaan masing-masing. Namun, tidak jarang bahwa ada banyak pula kesamaan alasan di antara manusia.
Kata Mbah Arthur Schopenhauer, seorang filsuf Jerman yang lahir pada tahun 1788, menjelaskan mengenai principle of sufficient reason bahwa that everything must have a reason, cause, or ground (bahwa segala sesuatu pasti memiliki alasan, sebab, atau dasar). Kemudian diperjelas bahwa adanya sesuatu mestilah mempunyai alasan yang cukup yang menyebabkan sesuatu itu ada (Dewantara, 2019).
Ada kalanya Sufficient reason berupa alasan yang cukup bahwa sesuatu itu benar-benar “ada”, atau alasan yang cukup untuk mempercayai sesuatu, tentang apa pun itu.
Sufficient reason (alasan yang cukup) untuk percaya sesuatu pada setiap individu sering terbentuk secara tidak sadar. Ada yang melalui proses pemikiran mendalam, namun ada pula bahwa sufficient reason terbentuk karena hal yang sangat sepele. Contoh: alasan ikut organisasi A, karena rekomendasi banyak teman; alasan ngambil jurusan B, karena menghitung peluang atau banyak alumni SMA yang sudah diterima di sana; alasan pergi ke pantai Z, karena lihat pemandangan pantai Z melalui foto di IG doi sangat bagus, dst.
Sufficient Reason to Believe in The Al-Qur’an
Jumlah ayat yang terdapat dalam buku suci Al Qur’an sangatlah banyak, berbagai ulama menyepakati bahwa jumlahnya ada 6.666 ada juga yang kurang dari itu. Kalau mau menghitam Ng sendiri juga ga papa, bos. Silahkan.
Ribuan ayat tersebut membahas banyak hal, misalnya: keimanan, tauhid, sifat Tuhan, kisah para Nabi terdahulu, tentang kepemimpinan, ketentuan jual-beli, nikah-cerai, hukum perang, bahkan doa-doa untuk hal tertentu.
Sebagai umat muslim, kita memang sudah final untuk percaya pada Al Qur’an. Namun, sufficient reason kita untuk percaya pada Al Qur’an kadang punya perbedaan. Ada yang cukup dengan alasan karena ada seorang Kiai yang saleh memberikan arahan mengenai kehidupan bermasyarakat dengan menggunakan ayat suci Al Qur’an, maka kita percaya Al-Qur’an.
Selain itu, kadang ada pula dokter yang meneliti tentang proses perkembangan janin. Kemudian dokter tersebut menemukan bukti bahwa hasil penelitiannya ternyata sudah ada penjelasannya dalam Al Qur’an, maka ia beriman dengan Al Qur’an.
Ada pula yang sufficient reason-nya bahwa ia tidak tahu apa pun, tapi karena sejak kecil ia dapat doktrin (oleh semua orang di lingkungannya) bahwa kebenaran Al Qur’an adalah mutlak, maka ia percaya (iman).
Al-Qur’an dan Muhammad Al Amin
Al-Qur’an merupakan buku suci yang turun kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Gelar Al Amin yang sudah melekat pada diri Nabi Muhammad kemudian menjadi sufficient reason yang kuat oleh assabiqunal awwalun untuk percaya pada Al Qur’an.
Gelar Al Amin (orang yang dapat dipercaya) yang menempel pada diri Muhammad (sebelum diangkat menjadi Nabi) sudah melalui proses yang cukup panjang. Misalnya: ketika menjual barang, tidak ada kalimat yang bohong terhadap pembeli; ketika ada yang menititipkan barang, selau menjaga dengan baik; ketika berhutang, selalu dengan kesepakatan yang jelas mengenai jatuh tempo hutang dan membayarnya tepat waktu.
Bahkan, sebelum Allah mengangkat Muhammad menjadi Nabi, beberapa sahabat ada yang selalu percaya hal apa pun jika Muhammad-lah yang mengatakan hal itu. Dan sufficient reason masing-masing sahabat terhadap Muhammad juga berbeda-beda.
Al Qur’an adalah petunjuk untuk umat manusia. Sedangkan “petunjuk” akan berguna pada sesuatu yang tidak manusia ketahui. Jika manusia sudah mengetahui kebenaran petunjuk tersebut, maka implikasinya bukan ke arah “tidak percaya”, namun malah sebaliknya: lebih percaya, sehingga dalam hal lain ia akan menggunakan Al Qur’an sebagai petunjuk.
Sufficient reason dalam mengimani Al Qur’an sebagai petunjuk dapat kita umpamakan dengan Google Maps. Saat ini, siapa yang tidak percaya dengan keakuratan Google Maps, khususnya di daerah perkotaan?
Baca juga: Jika Kau Bukan Anak Presiden atau Gubernur, Maka Menulislah!
Orang tidak berpikir bagaimana cara kerja Google Maps, namun lebih ke arah bagaimana pengalaman pengguna selama ini. Sufficient reason terhadap Google Maps terjadi karena ada yang dapat saran dari teman yang sudah menggunakan Google Maps untuk menuju ke suatu tempat dan terbukti akurat. Kemudian ada pula yang langsung mencobanya, kemudian percaya.
Di samping itu, ada pula yang melihat iklan di internet mengenai Google Maps, lantas ia percaya dan menggunakannya. Bahkan ada yang karena saran dari pacarnya, kemudian ia percaya.
Buku suci Al Qur’an adalah petunjuk bagi umat manusia untuk menuju ke arah yang lebih cerah. Kalau di jalan raya melihat petunjuk ke arah Nganjuk, maka kita harus terus berjalan. Dan jalan kita harus sesuai arah dalam petunjuk itu untuk sampai di Nganjuk. Sadar atau tidak, kita percaya pada petunjuk itu. Hal itu karena ada sufficient reason yang bekerja di pikiran kita untuk mempercayai benda itu.[*]
Leave a Reply