Musibah dan Muhasabah hingga Mahabbah, Ini Maknanya

Musibah dan Muhasabah hingga Mahabbah, Ini Maknanya
Musibah dan Muhasabah hingga Mahabbah, Ini Maknanya

Caksyarif.my.id – Musibah dan Muhasabah hingga Mahabbah, Ini Maknanya. Tidak terdapat manusia yang tidak memerlukan rasa nyaman. Tetapi dalam kenyataan kehidupan, kesusahan, bencana, ataupun keadaan tidak nyaman mustahil dihindari. Serta kadangkala manusia itu sendiri suka keluar serta melawan zona amannya sendiri.

Manusia memanglah hidup dalam serba-dua kemungkinan: siang serta malam, sehat serta sakit, hidup serta mati, nyaman serta bahaya, serta lain sebagainya.

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah” (QS Adz-Dzariat[51]: 49).

Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan, ayat tersebut bermakna bahwa pencipta segala yang berpasangan adalah satu, yakni Allah, maka sembahlah Allah (Syekh Jalaluddin, h. 377).

Maksudnya, di balik keberpasangan tiap keadaan tersebut terdapat Dzat Tunggal yang butuh disadari. Allah subhanahu wata’ ala merupakan salah satunya tempat tergantung, kembali, serta berserah diri.

Musibah dan Muhasabah hingga Mahabbah. Bencana yang mengenai manusia ialah tes serta cobaan untuk tiap hamba, baik buat menguji kesabarannya ataupun keimanannya.

Kunjungi juga: Terasikip

Tidak hanya itu bencana pula ialah sesuatu peringatan untuk tiap manusia, supaya senantiasa bersyukur serta beriman, serta tidak kurang ingat terhadap si pencipta atas kemegahan serta kenikmatan dunianya.

Tiap bencana yang tiba mulai dari angin besar, banjir, tanah longsor, musibah, serta yang lain. Yang butuh disikapi dari bencana ini merupakan mengembalikan seluruhnya kepada Yang Maha Mempunyai, Allah subahanhu wata’ ala.

Bumi, langit, serta seisinya merupakan kepunyaan Allah hingga Allah berhak ingin menjadikannya semacam apa. Apalagi seandainya sepenuhnya diluluhlantakkan manusia tidak hendak dapat berbuat apa- apa.

Tetapi demikian, manusia pula wajib bermuhasabah (introspeksi), apakah bencana yang dia terima ialah wujud tes, peringatan, ataupun yang lain. Sehingga, manusia lebih berjaga- jaga dalam melindungi amanah alam ini. Allah berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS. Ar-rum[30]: 41).

Baca juga:  PMII di Era Society 5.0, Penyoal Peran Intelektual Kader

Imam Jalaludin dalam Tafsir Jalalain menjelaskan lafal بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ (karena perbuatan tangan manusia) dengan arti مِنَ الْمَعَاصِى, yang berarti “karena maksiat”.

Maksudnya kalau kehancuran di bumi maupun di langit mencuat sebab ulah manusia, persisnya karena kemaksiatan yang mereka jalani.

Kemaksiatan di mari pasti bukan cuma berupa pelanggaran atas norma “halal haram” yang biasa kita dengar, semacam minuman keras, berjudi, zina, ataupun sejenisnya. Tidak hanya berkenaan dengan urusan privat, kemaksiatan pula dapat berbentuk dosa yang berkaitan dengan warga serta area. Seluruh wujud perbuatan mengganggu alam merupakan kemaksiatan.

Sebab dengan mengganggu alam secara tidak langsung sudah kurangi penyeimbang alam, sehingga hendak menimbulkan permasalahan pada hari ini serta masa masa yang hendak tiba.

Musibah dan Muhasabah hingga Mahabbah. Tanah longsor terjalin dapat jadi karena terdapatnya penebangan tumbuhan secara brutal. Banjir tiba sebab dipicu sikap buang sampah sembarangan, sungai sungai menyempit sebab bangunan pemukiman, zona resapan air menurun ekstrem akibat makin meluasnya aspal serta beton, serta lain sebagainya.

Orang yang berilmu serta beriman hendak menjadikan bencana selaku momentum tingkatkan kebaikan.

Baik kebaikan itu tertuju kepada Allah ataupun kepada makhluk itu sendiri. Rasulullah shallallahu‘ alaihi wasallam:

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُصِبْ مِنْهُ رواه البخاري

“Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Allah akan memberikan musibah/cobaan” (HR Bukhari).

Seluruh bencana yang mengenai jadi perlengkapan buat berdzikir serta muhasabah diri, sehingga manusia bisa mengambil sisi positif paling utama dalam tingkatkan mutu keimanan serta ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ ala.

Bukan kebalikannya: silih menghujat, silih menyalahkan antarsesama, rakyat dengan pemerintahnya, atasan dengan bawahannya, serta sebagainya. Tetapi betul betul menjadikan bencana selaku pembenahan terhadap diri serta area supaya terbentuk kehidupan yang lebih baik, nyaman, serta tenteram.

Sebagaimana cerita Rabiah Al Adawiyah yang sepanjang hidupnya hadapi kesusahan demi kesusahan, dengan bawah iman hingga diraihlah ahwal hubb ataupun kecintaan kepada Allah yang tiada tara.

Baca juga:  Writing Opinion Articles is Very Easy, Ini 3 Tips Rahasianya

Perihal ini meyakinkan kalau di tiap bencana ataupun kesusahan terdapat kebaikan yang Allah selipkan di dalamnya. Cuma orang- orang yang sadar serta sabarlah yang hendak mencapai kebaikan tersebut.

Dengan bahasa lain, bencana juga dapat merangsang mahabbah (rasa cinta).

Tidak hanya dari kebaikan kebaikan yang bertabiat relatif, kesabaran dalam menerima bencana merupakan metode Allah menghapuskan dosa dosa.

مَايُصِيْبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ نَصَبٍ وَلَاوَصَبٍ وَلَاهَمٍّ وَلَاحُزْنٍ حَتَّى الشَّوْكَةَ يُشَاقُّهَا اِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ رواه البخاري

“Tidak ada yang menimpa seorang mukmin dari kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan, hingga duri yang menusuk tubuhnya, kecuali Allah menghapus kesalahan-kesalahannya” (HR. Bukhari).

Yang ditekankan dalam konteks bencana merupakan kesabaran menghadapinya. Memanglah, di golongan ulama berbeda komentar apakah kesabaran ataupun bencana itu sendiri yang menimbulkan terhapusnya dosa- dosa.

Bagi Syekh Izuddin bin Salam sebagaimana dipaparkan dalam kitab Irsyadul Ibad, sebetulnya bencana yang mengenai orang mukmin tidak memiliki pahala, karena bencana tidaklah atas usahanya.

Hendak namun, pahala itu terletak pada kesabaran atas bencana tersebut. Tetapi, dipaparkan selanjutnya kalau bencana merupakan pelebur dosa sekalipun orang mukmin yang ditimpanya tidak tabah, karena tidak terdapat ketentuan untuk pelebur dosa buat diusahakan oleh seseorang mukmin.

Bersumber pada uraian tersebut bisa dimengerti kalau apa juga wujudnya bencana merupakan suatu cobaan dari Allah buat makhluknya yang di dalamnya memiliki iktikad serta tujuan baik untuk yang menerimanya. Tinggal gimana menyikapinya: tabah ataupun malah ingkar.

Musibah dan Muhasabah hingga Mahabbah. Dengan demikian, bencana merupakan fasilitas buat mengingat si pemberi bencana, upaya buat tingkatkan mutu keimanan, yang pada kesimpulannya meningkatkan rasa cinta yang mendalam kepada Allah sehabis merasakan kenikmatan di balik bencana yang menimpanya. Mahasuci Allah yang tetap membagikan yang terbaik buat makhluk-Nya.

Mudah mudahan kita seluruh tetap dijadikan orang orang yang sanggup menyikapi seluruh bencana selaku fasilitas kenaikan iman serta takwa. Sehingga hilangnya bencana berbekas kebahagiaan baik buat dunia ataupun akhirat.

Sumber: NU Online

Pejalan kaki di Kota Malang